Jakarta (03/09) — Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil menyebut fit and proper test keduabelas usulan calon Hakim Agung dan Ad Hoc Mahkamah Agung (MA) tidak memenuhi syarat Undang-Undang (UU) MA.
Poin yang dipermasalahkan Nasir yakni soal temuan pengalaman kerja menjadi hakim dua calon hakim agung yang tak sesuai dengan persyaratan pengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 tahun menjadi hakim tinggi.
“Jadi syarat di Undang-Undang Makamah Agung itu harus menjadi 20 tahun, menjadi Hakim. Nah, ada dua Hakim Agung, maksud saya calon Hakim Agung dari tata usaha negara bidang pajak yang belum memenuhi syarat ini,” sebut Nasir saat menghadiri Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, pada Selasa (03/09).
Nasir menjelaskan, Komisi Yudisial (KY) sebagai pihak pengaju calon Hakim Agung memiliki diskresi dan berargumen bahwa KY berkiblat pada UU tentang Administrasi Pemerintahan.
“Sehingga gara-gara dua orang ini tidak menuhi syarat sehingga kemudian Komisi III tidak menyetujui semua calon Hakim Agung yang diajukan oleh KY termasuk juga hakim-hakim Ad Hoc yang akan menjabat di Makamah Agung,” ujarnya.
Nasir mengimbau, penolakan semua calon Hakim Agung dapat menjadi catatan bagi KY agar berhati-hati dalam menerapkan hukum.
Artinya, calon hakim agung mesti merujuk kepada UU tentang Makamah Agung, bukan kepada UU di luar Makamah Agung.
“Kalau ada hal-hal yang barangkali sulit untuk dilaksanakan, maka KY bisa melakukan konsultasi kepada DPR RI terkait dengan kebijakan yang mereka ambil,” imbuh Aleg PKS dapil Aceh II itu.
“Kalau ingin melakukan kebijakan atau diskresi maka diharapkan bisa melakukan konsultasi dengan DPR RI sebagai pemutu undang-undang
dan juga lembaga yang menyeleksi calon calon hakim agung dan hakim ad hoc tersebut,” tandasnya.